Friday, July 27, 2012

REKONTRUKSI TEMBANG LIR ILIR YANG SARAT PESAN MORAL

Lir-ilir, Lir Ilir
Tandure wus sumilir
Tak ijo royo-royo
Tak sengguh temanten anyar


Cah Angon, Cah Angon
Penekno Blimbing Kuwi
Lunyu-lunyu penekno
Kanggo Mbasuh Dodotiro


Dodotiro Dodotiro
Kumitir Bedah ing pinggir
Dondomono, Jlumatono
Kanggo Sebo Mengko sore

Mumpung Padhang Rembulane
Mumpung Jembar Kalangane
Yo surako surak Iyo.



Masih terngiang di benakku deretan lirik tembang Jawa berjudul Lir ilir ini dinyanyikan pada 11 tahun yang lalu. Waktu itu yang aku sendiri tak memahami apa sebabnya. Pada saat mengikuti tes masuk Bintara Polri Tahun 2001, pada saat tes semapta perasaanku ga karuan. Kalau dibilang nerves, tes semacam ini bukan tes yang pertama kali bagiku. Sebelumnya aku pernah mengikuti tes masuk STPDN (Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri) aku berhasil melalui 3 tes ; Tes semapta, tes kesehatan, tes psikologi dan aku gagal dalam tes terakhir yaitu tes akademik dan memang aku merasa kemampuan akademik khususnya bidang matematika relatif kurang. Tapi setidaknya dari 3 tes yang aku lalui, kesehatan dan psikologiku sangat baik, namaku berada di peringkat atas. Ini adalah keadaan yang membuatku kaget dan tidak percaya. Dengan perasaan seperti habis mabuk, teriakan para peserta tes terdengar kacau di telingaku. Meski begitu aku dapat menyembunyikan perasaan dan mengendalikan keadaan.

Tiba pada pelaksanaan tes kedua, yaitu tes kesehatan, perasaanku semakin kacau. Tubuh terasa gemetar tak terkendali, phobia(takut yang berlebihan) yang begitu menguasai tak bisa ku hindari. Terasa panas pada badan hingga kepala. Pada saat aku disuruh mengangkat tangan dengan posisi horizontal, oleh tim medis polda ternyata kedua tanganku tremor, yang belum pernah terjadi padaku sebelumnya. Untuk memastikan kejanggalan yang terjadi pada badanku, tak tanggung-tanggung aku dipanggil oleh tim medis Kedokteran Polda, kali ini Kadisdokesnya yang turun untuk memeriksa kondisiku. Pada tes yang kedua, kedua tanganku masih begitu nampak gemetar ketika kuangkat pada posisi horizontal. Untuk membuktikan, seperti orang ga percaya pak Kadisdokes memegang denyut nadi tanganku sebelah kanan. Sambil melihat jam tangan, Pak Kadisdokes sepertinya sedang menghitung, berapa jumlah detak jantungku dalam waktu 1 menit. Entah berapakah jumlah yang dia hitung, aku meliriknya dan melihatnya seperti orang keheranan, dengan beberapa kali menggelengkan kepala. Pada tes itu aku dinyatakan gugur, karena didiagnosa aku telah mengidap penyakit jantung. Suatu kenyataan yang semakin membuatku tidak percaya. 

Aku segera mengabarkan kejadian ini pada kedua orang tuaku. dan aku disarankan agar aku segera memeriksakan diri pada dokter spesialis jantung, Pada malam harinya aku dengan kedua orang tuaku mendatangi sebuah tempat Praktek Dokter Spesialis Jantung. Aku menyampaikan keluhan-keluhanku. Untuk memastikan bagaimana kondisi jantungku, sang dokter memeriksaku dengan bantuan alat USG(Ultra Sono Grafi). Dari hasil pindaiaan USG, dokter memastikan kalau kondisiku baik-baik saja. Jantung dan paru-parupun sehat. Hanya saja ada sedikit gejala maag. Berdasarkan hasil diagnosa dokter,  ibuku punya kesimpulan sendiri. Dengan insting seorang ibu, dia mengatakan kalau aapa yang aku alami ini bukanlah kejadian yang wajar. Menurut ibuku ada seseorang yang coba membuat aku dalam tes Bintara Polri dengan ilmu hitam(guna-guna). Sehingga setelah saat itu orientasi penyembuhannya bukan melalui medis, tetapi melalui non medis.

Dari beberapa tabib, dukun, ustad, kyai dsb. yang berada di daerah kami, yang terkenal memiliki kemampuan supranatural kami datangi, untuk bisa membantu proses kesembuhanku. Ada seorang Tabib yang terhenan-heran melihat keanehan penyakitku. Dia sempat mengatakan kalau dia sendiri dalm proses membantu pengobatan jadi ikut sakit. Kami tak putus asa, semua cara, apa yang dikatakan orang, kami lakukan walaupun kalau dipikir dengan logika seperti usaha yang mustahil dan tak masuk akal. Semakin lama rasa-rasa aneh itu semakin menjadi-jadi ditubuhku. Terkadang terasa sakit seluruh badan, seperti habis dipukuli dengan benda keras. Phobia sosialpun ikut ku derita. Batinku selalu merasa sangat tertekan ketika aku harus bertemu dengan banyak orang. Ketika aku mendengar seseorang yang bercerita tentang apa saja perasaan takut yang luar biasa seolah aku akan terbunuh karena rasa takut itu.

Tiba pada suatu hari, 'bulek' adik dari ibuku kesurupan(kemasukan jin). Bagi kami bukan hal yang mengherankan ketika mendengar kabar kalau bulek kesurupan. Karena kejadian semacam ini sering terjadi pada bulek. Tapi untuk kali ini dalam keadaan kesurupan bulek ingin aku dan kedua orang tuaku datang menemuinya. Waktu pertama kami dikumpulkan, yang masuk ke diri bulek mengenakan kain sarung, mengambil sebuah benda berupa sisir, kemudian diselipkan pada sarung yang telah dikenakan bagian pinggang belakang bak menyandang sebuah keris. Kemudian kami semua diharuskan duduk bersila di hadapan bulek, setelah semuanya terdiam bulek segera melantunkan tembang lir-ilir seperti lirik di atas. Kami semua terdiam terpaku menyimak lantunan tembang hingga selesai. Ketika tembang berakhir, baru bulek bertutur kata bak seorang tua menasehati anak-anak mereka, dengan tutur kata yang teratur, berbahasa jawa. (Bersambung).

1 comment:

  1. Kasih komentar dunk gan, buat semangat aku nylesaiin cerita ini..... thanks

    ReplyDelete